Saya bukan orang yang ambisius, bahkan kadang2 bisa tidak memiliki target sama sekali. Karena yang kita kejar di dunia ini hanyalah senda gurau di mata tuhan (dengar di Khotbah Jum'at). Cita2 saya hanyalah bahagia dunia akhirat. dan cara mewujudkan yang versi dunia itu sederhana. Intinya berpikir positif!. Setelah melihat postingan di Internet yang ternyata ditulis motivator. Kini saya akan membagikan hal2 yang menghalangi kebahagian
Mungkin anda sering
mendengar perkataan seperti ini atau bahkan anda sendiri pernah
melakukan nya..” Bahagia sekali orang itu, cakep keren,karir nya
bagus,punya rumah mewah..
Sering kita menganggap diri kita tidak bahagia, atau melihat bahwa
orang lain jauh lebih berbahagia dibanding kehidupan yang kita jalani.
Mencapai hidup yang bahagia sebenarnya mudah kok. Karena Kebahagiaan
yang sesungguhnya bersumber di dalam diri kita, bukan di luar sana.kita
cuma perlu menyelami diri kita sendiri. Menelusuri hati dan pikiran kita
sendiri.
Lalu kenapa ada sebagian orang yang merasakan bahwa hidupnya tidak bahagia?
Pertama, Berkeyakinan bahwa kita tidak akan bahagia tanpa memiliki hal-hal yang kita pandang bernilai.
Kita sudah memiliki pekerjaan tetap dan tingkat kehidupan yang
lumayan, tapi masih merasa kurang, baru merasa akan berbahagia bila
memiliki uang lebih banyak, rumah lebih besar, mobil lebih bagus, dan
sebagainya. Pikiran kita dipenuhi oleh benda-benda yang kita kira dapat
membahagiakan. Padahal, kita tidak bahagia karena lebih memusatkan
perhatian pada segala sesuatu yang tidak kita miliki, dan bukannya pada
apa yang kita miliki sekarang.
Datanglah ke pasien rumah sakit, mereka pasti akan mengatakan kita orang yang berbahagia karena kita sehat walafiat.
Kedua, percaya bahwa kebahagiaan akan datang bila berhasil mengubah situasi dan orang-orang di sekitar.
Kita tak bahagia karena pasangan, anak, tetangga, dan atasan tidak
memperlakukan kita dengan baik. Kepercayaan ini salah. Kita perlu
menyadari bahwa amat sulit mengubah orang lain. Bukannya berarti kita
harus menyerah, silakan terus berusaha mengubah orang lain. Namun,
jangan tempatkan kebahagiaan kita di sana.
Jangan biarkan lingkungan dan orang-orang di sekitar kita membuat
kita tak bahagia. Yang perlu kita ubah adalah diri kita sendiri,
paradigma kita.
Ketiga, keyakinan bahwa kita akan bahagia kalau semua keinginan terpenuhi.
Padahal, keinginan itulah yang membuat kita tegang, frustrasi, cemas,
gelisah dan takut. Terpenuhinya keinginan paling-paling hanya membawa
kesenangan dan kegembiraan sesaat. Itu tak sama dengan kebahagiaan. Agar
bahagia kita sering menuntut banyak persyaratan seperti ini, “Saya akan
bahagia kalau saya kaya, kalau punya suami/istri rupawan”, dan
sebagainya. Percayalah semakin banyak tuntutan, kita akan semakin tidak
bahagia. Syukuri dan ikhlaskan apa pun kondisi kita sekarang, maka kita
akan bahagia!
Keempat, kita tak bahagia karena cenderung membanding-bandingkan diri dengan orang lain.
Ada seorang teman dengan posisi eksekutif yang berkali-kali pindah
kerja, hanya karena kawan akrabnya semasa kuliah dulu memperoleh
penghasilan lebih besar daripada dirinya. Karena itu, setiap ada tawaran
kerja, yang dilihat adalah apakah ia dapat mengungguli atau paling
tidak menyamai penghasilan kawannya. Ia bahkan tak peduli bila harus
berganti karier dan pindah ke bidang lain. Sampai suatu saat ia
menyadari bahwa tak ada gunanya “mengejar” pendapatan sahabat karibnya.
Sejak itulah ia mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minatnya
sendiri. Ia kini bahagia dengan pekerjaannya dan tak pernah ingin tahu
lagi penghasilan sahabatnya.
Kelima, percaya bahwa kebahagiaan ada di masa depan, terlalu terobsesi pepatah, “Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.”
“Laaah Kapan bahagia nya dooong? Nanti, kalau sudah jadi manajer?”
Persoalannya, saat menjadi manajer, tambah sibuk, waktu tambah sempit.
“Saya akan bahagia nanti, kalau sudah menjadi direktur atau dirjen,
gubernur, menteri, presiden.” Nah, daftar tunggu ini masih dapat terus
diperpanjang. Namun, bahagia tak juga kunjung datang. Kalau demikian
yang terjadi adalah, “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang entah
kapan.” Kita meletakkkan kebahagian di tempat yang jauh. Padahal,
sebenarnya kebahagiaan berada sangat dekat dan dapat kita nikmati di
sini, sekarang juga!
Apa yang terjadi pada kita mungkin serupa dengan pengalaman dua ekor
ikan berikut. Ikan yang muda bertanya kepada ikan yang lebih senior.
“Anda lebih berpengalaman dari saya. Di manakah saya dapat menemukan
samudera yang luas? Saya sudah mencarinya ke mana-mana, tetapi sia-sia
saja!”
“Samudera adalah tempat engkau berenang sekarang,” ujar ikan senior.
“Hah? Ini hanya air! Yang kucari adalah samudera,” sangkal ikan yang
muda. Dengan perasaan sangat kecewa ia pergi mencarinya di tempat lain.
Hal itu juga dapat terjadi pada kita. Padahal, kebahagiaan itu tak
perlu dicari. Kita hanya perlu menumbuhkan kesadaran dan menikmati apa
pun yang sedang kita lakukan. Dengan demikian, kita akan menemukan
kebahagiaan itu sekarang. Saat ini juga!
Kita tidak akan menemukan kebahagiaan dengan memperbesar rumah yang
kita tinggali, meningkatkan saldo tabungan di bank, bertambahnya mobil
yang kita miliki, atau bahkan mengubah pasangan hidup. Kita hanya bisa
berbahagia ketika mengganti cara bersikap menjadi lebih bersyukur,
menerima, berserah, dan ikhlas
Sumber:http://irmasustika.com
Seperti Motto dari teman saya yang telah saya adopsi juga jadi motto saya. "Hidup Itu Seperti Menikmati Es Krim Nikmati Selagi Masih Beku Sebelum Cair dan Meleleh" Nikmati apa yang kita miliki sekarang sebelum semua itu diambil oleh sang pencipta (termasuk nyawa loh). Serius banget artikel kali ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar